Modernis.co, Malang – Sebelumnya, Habib Rizieq Shihab (HRS) ditetapkan sebagai tersangka dalam tiga kasus yang berbeda. Pertama, pada kerumunan di Petamburan. Pada kasus ini Habib Rizieq Shihab telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dalam kasus kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat.
Kedua, pada kerumunan di Megamendung. Pada kasus ini HRS ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri karena kerumunan di Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Ketiga, pada kasus Rumah Sakit UMMI terkait dengan tes swab.
HRS telah resmi mendaftarkan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka pada kasus kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat. Pada permohonan tersebut, HRS meminta status tersangkanya dinyatakan tidak sah, dia mengajukan permohonan tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Usai kalah dalam praperadilan. Kuasa hukum HRS sedang mempertimbangkan untuk menempuh jalur Judicial Review.
Mengenal Judicial Review
Bersumber dari situs Indonesia.go.id, Judicial Review atau hak uji materi merupakan sebuah proses pengujian peraturan perundang-undangan yang lebih rendah terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang dilakukan oleh lembaga peradilan.
Dalam praktiknya Judicial Review undang-undang terhadap UUD 1945 dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sedangkan pengujian perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA).
Alasan Mengajukan Judicial Review
Seperti yang sudah dijelaskan di awal tadi, kuasa hukum HRS, Alamsyah Hanafiah berencana untuk mengajukan Judicial Review dikarenakan bahwa pada putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dinilai menyesatkan olehnya. Alamsyah Hanafiah berpendapat bahwa menurutnya putusan hakim Akhmad Sayuti telah mengubah asas hukum.
“Menyesatkan, karena sudah mengubah asas hukum. Dari asas hukum lex spesialis, dijadikan digabungkan dengan asas hukum generalis. Asas hukum itu sebenarnya diharamkan oleh ketentuan Undang-undang,” ucapnya.
Karena sebelumnya, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menolak semua permohonan gugatan praperadilan yang diajukan oleh HRS. Hakim Akhmad Sayuti sebagai hakim yang memimpin sidang praperadilan HRS menolak permohonan untuk membatalkan status HRS sebagai tersangka dan juga menolak permohonan mengeluarkan HRS dari tahanan Polda Metro Jaya. “Menolak permohonan dikeluarkannya tersangka dari tahanan,” ungkap Hakim Akhmad Sayuti.
Apa yang Akan Diuji?
Tim kuasa hukum HRS berencana akan menguji Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengenai sidang praperadilan, pihaknya mengatakan bahwa pada sidang praperadilan hakimnya harus tiga bukan hakim tunggal. Berkenaan dengan kekalahan dalam gugatan praperadilan, kuasa hukum HRS, Alamsyah Hanafiah mengatakan bahwa:
”Rencananya kami akan ajukan Judicial Review, saya mau menguji KUHAP tentang sidang praperadilan itu hakimnya harus tiga, majelis, jangan hakim tunggal karena semau-maunya saja. Pendapat tiga ahli dikesampingkan, pakainya pendapat dia saja, hal ini bisa menghasilkan peradilan yang sesat,” kata Alamsyah kepada wartawan, Selasa (12/1).
Perlu diketahui sebelumnya bahwa pada sidang praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh seorang panitera. Hal ini diatur dalam pasal 78 ayat 2 KUHAP. Alamsyah Hanafiah selaku kuasa hukum HRS juga mengatakan bahwa keputusan dari Majelis Hakim dapat diuji melalui banding hingga ke tingkat Mahkamah Agung (MA).
Kita lihat saja nanti apakah pihak Habib Rizieq Shihab akan mengajukan Judicial Review terkait dengan sidang praperadilannya ataukah tidak. Karena setiap warga negara Indonesia berhak mengajukan permohonan Judicial Review. Asal memenuhi syarat/ketentuan yang berlaku sesuai dengan aturan dari MA dan MK.
Oleh: Rifqi (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang)